Jumat, 30 Oktober 2009

MENEMUKAN HIDAYAH ISLAM

Saya Tidak Bisa Menghindar Dari Kebenaran

Oleh : Aasiya Inaya

Aasiya Inaya, dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang menganut agama Hindu yang meyakini bahwa Tuhan itu ada dalam berbagai wujud mulai dari air, sungai, batu sampai pepohonan. Oleh sebab itu, Asiya mengaku bangga sebagai penganut politheis, yang meyakini bahwa semua obyek ciptaan Tuhan layak disembah karena menurutnya, di setiap benda ada bagian Tuhan di dalamnya.

Tapi keyakinan Aasiya mulai berubah ketika ia mengenal Islam, yang mengawali perjalanan panjangnya menjadi seorang Muslimah. Sebelum memutuskan mengucapkan dua kalimah syahadat, Aasiya mengalami pergumulan jiwa yang hebat. Di satu sisi ia mengakui kebenaran Islam, tapi sisi hatinya yang lain masih membuatnya ragu menjadi seorang Muslim.

"Saya pertama kali mengenal Islam di sekolah menengah atas. Mayoritas teman-teman sekelas saya adalah Muslim dan setiap waktu istirahat kami biasa berdiskusi tentang Islam, utamanya karena propaganda anti-Islam yang dilancarkan organisasi-organisasi Hindu di India pasca serangan 11 September dan kerusuhan di Gujarat," kata Aasiya.

Ia melanjjutkan,"Sepanjang pembicaraan, mereka (teman-teman Muslim Aasiya) berusaha untuk meluruskan berbagai pandangan-pandangan saya yang salah tentang agama monoteis, hak perempuan, status mereka dan berbagai mitos tentang Islam yang klise."

"Tapi, upaya mereka tidak begitu meyakinkan saya. Saya tetap memegang teguh keyakinan saya dan tetap bangga sebagai penganut politheis," tukas Aasiya.

Meski demikian, ia mengakui bahwa sikap anti-Muslimnya agak berkurang setelah mendengar penjelasan dari teman-temannya yang Muslim. "Saya mulai merasa tersentuh dengan penderitaan mereka, bagian dari masyarakat kami, yang harus termarginalkan hanya karena ingin menjalankan ajaran agama mereka. Pandangan-pandangan saya pun jadi agak sekular ..." sambung Aasiya.

Tapi semua itu belum menggerakkan hati Aasiya untuk memeluk agama Islam. Aasiya mulai beralih ke kelompok Arya Samaj, sebuah kelompok penganut agama Hindu yang keluar dari mainstream Hinduisme. Kelompok ini meyakini bahwa Hinduisme adalah agama monoteis dan tidak mengajarkan umatnya untuk menyembah berhala. Setelah menjadi bagian kelompok ini, Aasiya tidak lagi menyembah banyak benda, ia melakukan ritual Arya Samaj dan jadi rajin ke kuil.

Setelah beberapa waktu menjalani ritual Arya Samaj, Aasiya menemukan bahwa keyakinan ini juga memiliki banyak cacat dan kekurangan. "Saya merasa kembali berada di sarang laba-laba yang sama, dimana ritual dan penyembahan terhadap api menjadi bagian integral keyakinan itu, sama seperti keyakinan yang saya anut dahulu," paparnya.

"Tapi saya menyebut itu semua sebagai langkah panjang, sebelum akhirnya saya sampai pada keputusan untuk memeluk agama Islam," ujar Aasinya.

"Kejelasan tentang Islam mulai saya rasakan begitu kuat ketika saya menjadi mahasiswa fakultas hukum. Ketika itu saya mengikuti kuliah tentang hukum keluarga dalam agama Hindu dan Islam, mulai dari hukum perkawinan, perceraian dan urusan keluarga lainnya."

"Saya menemukan bahwa hukum keluarga dalam agama Hindu banyak memiliki celah kelemahan karena beragamnya aturan terkait masalah teknis, perbedaan pendapat, sehingga hukum keluarga dalam agama Hindu kerap membingungkan dan tidak pasti. Di sisi lain, hukum keluarga yang diatur oleh Islam, sangat jelas, cermat dan pasti," tutur Aasiya.

Sejak perkualiahan itu, pandangan Aasiya terhadap Islam berubah total. Selama ini, Aasiya memandang Islam sebagai agama yang kaku dan keras. "Saya melihat umat Islam sebagai umat yang statis, hidup berdasarkan pada masa lalu sementara dunia terus berkembang. Buat saya, apa yang diyakini umat Islam tidak masuk akal, tidak praktis, kejam dan ketinggalan jaman," kenang Aasiya mengingat pandangan-pandangannya terhadap Islam di masa lalu.


"Tapi, sejak perkuliahan itu, pendapat saya langsung berubah hanya dalam satu malam. Apa yang selama ini saya anggap statis ternyata sebuah kestabilan. Ini membuat rasa ingin tahu saya tentang Islam memuncak dan saya menghabiskan waktu berjam-jam di internet untuk bicara dengan teman-teman saya yang dulu menjelaskan tentang Islam pada saya," papar Aasiya.

Selain bertanya pada teman-temannya yang Muslim, Aasiya juga mencari berbagai informasi tentang Islam di internet dan aktif mengikuti berbagai forum diskusi. Pengetahuan Aasiya yang mulai bertambah tentang Islam mempengaruhi sikap dan pandangan Aasiyah tentang Islam ketika ia berkumpul dan membahasnya dengan sesama temannya yang beragama Hindu. Perubahan sikap dan pandangan Aasiya, tentu saja tidak mendapat tanggapan negatif dari sahabat-sahabatnya yang Hindu.

"Mereka menyebut bahwa saya sudah mengalami 'cuci otak' yang ingin mengubah penganut Hindu menjadi pemeluk Islam," kata Aasiya tentang pendapat teman-teman Hindunya.

Saat itu, Aasiya mengaku khawatir dan takut melihat ketidaksetujuan teman-temannya tentang Islam dan ia merasa telah mengkhianati teman bahkan keluarganya. Tapi keyakinan Aasiya akan kebenaran Islam justeru makin kuat dan ia merasa tidak bisa lari dari kebenaran itu.

"Sampai kapan orang bisa menghindar dari kebenaran? Anda tidak bisa hidup dalam kebohongan dan menerima kebenaran membutuhkan keberanian seperti yang disebutkan dalam ayat Al-Quran dalam surat An-Nisaa; ' Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan'."

"Hari itu, semua rasa kekhawatiran saya lenyap. Saya merasa, jika saya tidak pernah memeluk Islam dan selamanya saya tidak akan pernah memiliki Islam, saya akan tetap dicengkeram oleh kompleksnya kehidupan yang materialistis ini, dimana hawa nafsu membuat kita enggan melakukan hal-hal yang benar," tandas Aasiya.


Aasiya akhirnya memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang Muslim. "Alhamdulillah, hari ini saya menjadi seorang Muslimah. Saya berusaha belajar dan terus belajar al-Quran dan Sunnah Rasulullah Muhammad Saw. Insya Allah, saya akan mengikuti sunah-sunahnya dengan lebih baik. Dengan bantuan beberapa teman dan sebuah organisasi Islam, saya belajar salat lima waktu," tuturnya.

Persoalan Aasiya sekarang adalah memberitahukan tentang keislamannya pada teman-teman Hindunya dan orangtuanya. "Cepat atau lambat, saya pasti akan memberitahu mereka. Saya berharap mereka menghormati keputusan saya dan saya berdoa, semoga Allah swt memberikan kekuatan sehingga saya bisa istiqomah dengan keputusan saya menjadi seorang Muslim," tandas Aasiya. (ln/readislam/eramuslim)


Dari Seorang Neo-Nazi Menjadi Seorang Muslim

Oleh : Abdul Aziz Myat


Sebagai seorang aktivis kelompok sayap kiri dan pendukung Neo-Nazi, lelaki asal Inggris ini menempuh perjalanan panjang dan berliku sebelum akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam . Ego sebagai bagian dari masyarakat Barat yang modern dan maju, menghalanginya untuk menemukan cahaya Islam. Namun ia yakin Allah swt telah membimbing dan memberikannya hidayah, hingga ia masuk ke sebuah masjid, mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim dengan nama Abdul Aziz Myatt .

Perkenalan Myatt dengan Islam berawal ketika ia berlibur ke Mesir. Di negeri Piramida itu ia berkunjung ke sebuah masjid dan hatinya tersentuh dengan keindahan suara adzan yang dilantunkan dari masjid itu meski ia belum mengerti apa itu adzan. Sejak itu, Myatt mulai ingin tahu tentang Islam dan setiap berlibur ke Mesir, ia mencari kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Muslim Mesir dan menanyakan tentang agama mereka. Myatt juga membeli sebuah al-Quran, membacanya sedikit demi sedikit hingga ia berkesimpulan ajaran al-Quran adalah ajaran yang masuk akal dan makin membuatnya kagum dengan Islam dan umat Islam.


"Semakin banyak saya bertemu dengan Muslim, saya semakin mengagumi mereka," kata Myatt.

Ketika itu, Myatt tidak langsung berpikiran untuk masuk Islam. Ia masih dikuasai oleh egonya, cara hidupnya sebagai orang Barat dan dua hal yang membuatnya menahan diri untuk tidak mengapresiasi Islam secara penuh dan mempelajarinya lebih jauh lagi.


Dua hal itu adalah, pertama, karena keyakinannya yang tertanam sejak lama pada alam semesta. Keyakinan bahwa umat manusia adalah milik dari seorang "ibu" yaitu "bumi". Kedua, karena budaya bangsanya yang membuatnya merasa lebih mulia dan superior dibandingkan bangsa lainnya. Selama puluhan tahu, Myatt terombang-ambing dalam keyakinan itu, yang ia pikir sebagai sumber dari zat yang suci. Belum lagi posisinya sebagai aktivis kelompok sayap kiri dan Neo-Nazi yang membuat banyak orang termasuk para wartawan yang menilainya sebagai politisi yang jahat.


"Ketika itu saya masih bersikap arogan, yang hanya percaya dengan keyakinan saya sendiri dan dalam memahami apa yang telah saya raih," imbuh Myatt.


Hatinya tergerak kembali untuk mulai serius mempelajari Islam ketika ia beralih profesi, mengelola sebuah peternakan. Ia bisa bekerja selama berjam-jam seorang diri. Kedekatannya dengan alam, mengetuk jiwa dan rasa kemanusiaannya. Ia mulai menyadari kesatuan alam semesta dan bagaimana ia menjadi bagian dari semua itu yang ciptakan oleh Tuhan.

Jauh di dasar hatinya, Myatt mengakui bahwa alam semesta ini tidak terjadi secara kebetulan tapi memang diciptakan. Terkadang keyakinan dan ego lamanya muncul. Ia merasakannya seperti berperang dengan godaan setan. Namun ia makin meyakini di dalam hatinya tentang satu-satunya Sang Maha Pencipta.

"Untuk pertama kalinya saya merasa diri saya begitu kecil. Kemudian tanpa sengaja saya mengambil al-Quran dari rak buku, al-Quran yang saya beli waktu berkunjung ke Mesir. Saya mulai membacanya dengan seksama. Sebelumnya, saya hanya membolak-balik lembarannya dan membaca sepintas lalu beberapa ayat," tutur Myatt.


"Apa yang saya temukan di al-Quran adalah hal-hal yang logis, alasan, kebenaran, keadilan, kemanusiaan dan keindahan," sambungnya.

Myatt makin tertarik untuk lebih mendalami agama Islam. Ia pun mencari informasi tentang Islam lewat internet dan membaca banyak artikel tentang agama Islam di situs-situs Islam. Dengan melepaskan semua prasangka dan arogansinya, Myatt harus mengakui kalau agama Islam adalah agama yang mulia.

"Saya merasakan menemukan ajaran tentang kemuliaan, rasa hormat, rasa saling percaya, keadilan, kebenaran, kemasyarakatan, mengingat Tuhan setiap hari, disiplin diri, penyikapan terhadap materi dari sisi spiritual dan pengakuan bahwa kita adalah hamba yang harus mengabdi pada Tuhan," papar Myatt.

Ia juga mempelajari sosok Nabi Muhammad saw dan kehidupannya. Bagaimana Rasulullah menyebarkan agama Islam dan membentuk sebuah peradaban manusia, yang membuat Myatt terkagum-kagum. "Bagi saya, ia (Rasulullah) adalah manusia sempurna dan contoh sempurna yang harus kita tiru," tukas Myatt.

Ia melanjutkan, "Semakin banyak saya tahu tentang Islam, semakin banyak keraguan dan pertanyaan dalam diri saya yang terjawab selama hampir 13 tahun belakangan ini. Saya benar-benar merasa bahwa saya akhirnya 'pulang ke rumah', menemukan jati diri saya. Rasanya seperti ketika saya pertama kali tiba di Mesir dan berkeliling kota Kairo dengan menara-menara masjid dan suara adzannya."

Myatt merasa bahwa hijrahnya ke agama Islam bukan sebuah pertanyaan lagi, tapi sebuah tugas yang harus dilakukan. Karena saya telah menemukan kebenaran bahwa Tiada Tuhan Selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusanNYa.

Myatt kemudian mendatangi sebuah masjid dan menyatakan ingin menjadi seorang Muslim. Ia diterima oleh jamaah masjid dengan hangat dan penuh rasa persaudaraan, yang membuatnya terharu dan meneteskan air mata. Ia bersyukur Allah swt telah menunjukannya jalan yang benar. (ln/iol/eramuslim)

Blog : http://aboutmyatt.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar